Mereka bersemangat karena kartupos tahun baru berhadiah (nenga hagaki) sejak awal penyebarannya tanggal 1 Desember 1949, memberikan hadiah yang sangat menggiurkan.
Padahal perang dunia kedua baru saja selesai dan kesengsaraan mendalam masih melekat kuat di hati bangsa Jepang, terutama akibat bom di Nagasaki dan Hiroshima.
Negara Sakura ini saat itu memang benar-benar hancur. Bukan saja dari segi fisik tetapi jiwa dan moral mereka menjadi acak-acakan tak keruan. Di tengah kehidupan susah itulah muncul hagaki dengan iming-iming utama antara lain mesin jahit dan lemari pakaian yang saat itu memang menjadi impinan banyak warga Jepang. Harga kedua produk tersebut cukup tinggi sehingga sulit diraih kantong rakyat biasa sekali pun.
Seorang pemenang lotere hagaki salah satunya, Masami Hirata dan Miyuki dari Osaka, "Memang saat itu mesin jahit dan lemari pakaian untuk kimono, menjadi impian yang luar biasa bagi rakyat Jepang. Bukan hanya karena berharga mahal tetapi juga merupakan suatu kebanggaan bila kita memiliki barang itu," kata suami istri ini.
Selain memenangkan hadiah tersebut, pasangan suami istri itu juga mendapat hadiah uang, yang antara lain dibelikan kimono dan masih disimpannya sampai kini dengan baik sebagai suatu kenang-kenangan abadi mereka.
Barang yang ditawarkan sebagai hadiah lainnya saat-saat pertama penyelenggaraan lotere hagaki itu, juga berupa kamera, sarung softball, mesin cuci dan alat musik plat gramaphone. Semua barang ini merupakan barang mewah seusai perang dunia kedua.
Waktu itu hagaki masih dijual dengan prangko seharga 2 yen - tarip pos dalam negeri. Kini hagaki dijual dengan harga 50 yen (lihat gambar, berikut prangko) di semua kantorpos Jepang. Tetapi di toko-toko serba ada, kini dijual sekitar 250 yen per tiga lembar. Nantinya, setelah usai masa "happy holidays", harga hagaki itu akan dijual murah, alias obral oleh toko serba ada. Namun di kantorpos tetap saja dengan harga 50 yen per lembar.
Kartupos Jepang sendiri bermacam-macam. Sejak kartupos pertama Jepang yang terbit taanggal 1 Desember 1873, kini ada 13 jenis kartupos Jepang. Masing-masing, kartupos biasa, kartupos tahun batu (nenga hagaki), kartupos parsel (Parcel Postcards), kartupos burung biru, kartupos ucapan selamat, kartupos menyambut musim panas, kartupos militer, kartupos iklan, katupos peringatan,kartupos bergambar, kartupos gambar lokal, kartupos udara luar negeri, dan kini yang terkenal dan baru terbit adalah kartupos lingkungan hidup (eco postcards).
Nenga hagaki sejak awal terbitnya dijual sepasang-sepasang sama dengan tahun ini. Nenga hagaki yang pertama dengan nomial dua yen saja, tanpa lotere berhadiah. Kartupos yang inilah yang kini mencapai bisa terjual dengan harga 3000 yen per lembar. Pasangan yang satu lagi adalah nenga hagaki dua yen + satu yen (seperti prangko sosial - lihat gambar). Sedangkan nenga hagaki. Sampai dengan tahun 1955, dari sepasang nenga hagaki yang dijual, satu bernilai tambah untuk lotere. Tetapi sejak 15 November 1956, pasangan nenga hagaki itu dijual keduanya berlotera, berarti memiliki angka keberuntungan bagi pembelinya. Meskipun demikian nominalnya tetap saja berbeda. Yang satu 4 yen, satu lagi 4 yen + 1 yen. Perubahan angka 2 yen menjadi 4 yen sejak penerbitan nenga hagaki tanggal 15 November 1952.
Agak aneh memang, mengapa tanpa nilai tambah satu yen, sejak 1956 keduanya menjadi nenga hagaki lotere, keduanya berhadiah. Khusus untuk tahun 1954 dan tahun 1955, ternyata hanya satu macam nenga hagaki diterbitkan dan bernominal 4 yen + 1 yen. Selanjutnya sampai dengan kini tidak pernah terbit nenga hagaki hanya satu macam. Selama sepasang. Satu corak utama pula mengenai nenga hagaki ini, prangko pada kartupos selalu dicetak hanya satu warna yaitu merah. Kecuali penerbitan pertama, yang satu biru satu lagi merah. Juga penerbitan tahun 1959 - yang satu warna ungi (4 yen) dan satu lagi merah (4 yen + 1 yen). Pula penerbitan tahun 1966, nominal 7 yen warna merah dan pasangannya 7 yen + 1 yen warna ungu. Selebihnya sampai dengan kini selalu merah warna prangko kartupos tersebut.
Dulu jumlah hagaki yang diedarkan di masa lampau, kantorpos bisa meraih dana sekitar satu juta yen. Angka luar biasa saat itu. Namun kini spos Jepang bisa meraih sekitar 4,2 milyar yen hanya dari penjualan kartuposnya seharga 50 yen per lembar. Berarti jumlah produksi kartupos Jepang, hanya untuk kartupos tahun baru, saat ini dicetak sekitar 84 juta lembar.
Penjualan maupun pengeposan kartupos tahun baru Jepang ini tampaknya merupakan bagian dari budaya Jepang itu sendiri.
Setiap penerbitan kartupos baru, masyarakat Jepang antri panjang luar biasa sejak pagi hari. Bahkan ada yangdatang sejak pukul 5 pagi. Padahal kantorpos baru buka mulai jam 9 pagi dan beroperasi hingga jam 5 sore.
Antrian panjang itu dengan berbagai maksud. Biasanya nomor awal saat mulai diedarkan, dirasa orang Jepang sebagai nomor keberuntungan dan banyak kemungkinan menang lotere hagaki.
Ada pula yang ingin mendapatkan cap khusus hari pertama penerbitan kartupos tersebut. Faktor lain adalah upaya mengirimkan kartupos tersebut, selain kepada diri sendiri (sebagai koleksi), juga dilakukan untuk dikirimkan ke teman dekat sebagai bentuk kepedulian, hormat dan perhatian yang besar kepada teman tersebut karena kartupos dikirimkan pada hari pertama penerbitan.
Demikian pula pada saat dimulainya secara resmi pengeposan kartupos tahun baru, merupakan hari penting pula bagi warga Jepang. Bahkan menteri postel Seiko Noda tanggal 15 Desember kemarin, hadir dan meresmikan acara pengeposan kartupos tahun baru. Memang cukup ganjil mungkin bagi warga Indonesia, tanggal penerbitan kartupos tidak dirayakan bersama dalam satu hari dengan saat-saat pengeposannya.
Tapi hal itu bukan berarti setelah kartupos terbit, tidak bisa dikirimkan. Bisa saja. Hanya pengeposan saat kartupos terbit lebih terfokus kepada para filatelis, pengumpul prangko.
Saat peresmian pengeposan prangko itu, Noda bersama aktris Reiko Ohara, pemain drama TV NHK serial Tokugawa Yoshinobu, membuka selubung dua patung kancil yang mulutnya dibolongi sebagai tempat untuk pengeposan, memasukkan kartupos ke dalamnya. Mengapa kancil? Karena tahun 1999 menurut kalender Cina merupakan tahun kancil. Dan itu juga dipercayai orang Jepang.
Setelah diresmikan sebagai hari pengeposan, antrian panjang langsung menyerbu bis surat kancil tersebut dan memasukkan kartupos ke dalamnya. Tampak setiap pengirim kartupos tidak hanya membawa selembar kartupos saja, tetapi terlihat membawa setumpuk kartupos yang telah dibundel jadi satu. Apabila di rata-rata, setiap orang mungkin mengirimkan sekitar 50 kartupos saat itu.
Kartupos berhadiah itu dikirimkan kepada teman, sahabat, keluarga dan rekanan usaha, juga sebagai bentuk kepedulian mereka satu sama lain. Siapa tahu sang penerima hagaki itu punya "hoki" besar sehingga bisa mendapatkan hadiah lotere dari kantorpos.
Kini hadiah lotere hagaki tersebut berupa alat-alat canggih multimedia. Misalnya kamera digital, alat navigasi movil, mesin cuci, laptop komputer, dan televisi.
Untuk penyelenggaraan lotere hagaki ini, pada awal mulanya dulu, dibentuklah sebuah tim khusus di kementerian postel Jepang terdiri dari berbagai unsur untuk mempertimbangkan segala sesuatunya. Baik soal hadiah dan dampaknya bagi masyarakat. Ternyata masyarakat saat itu menyambut sangat gembira. Muncullah harapan dan kegembiraan yang mendongkrak aktivitas usaha di tengah puing-puing bom atom.
Hagaki di Jepang waktu dulu bentuknya agak lebih kecil daripada yang sekarang (14cmx10cm). Demikian pula kertasnya di waktu lalu, karena habis perang dunia kedua, tentu sangat sederhana. Namun kini nilai jualnya tinggi. Bisa mencapai sekitar 3500 yen per lembar. Berarti meningkat 174.900% (lebih dari 170 ribu persen).
Setelah 50 tahun berlangsung kini hagaki Jepang masih dalam bentuk sederhana dengan halaman muka berupa prangko berbunga dan garis menyerupai cap juga bergambar bunga sakura. Bagian bawahnya (masih di halaman muka) tercetak di dua sudut, Sudut kiri berupa satu huruf dan empat angka semacam seri kelompoknya. Sedangkan sudut kanan ada enam angka berjejer.
Lebih menarik lagi dari kisah hagaki Jepang, sampai dengan saat ini, apabila kita membeli banyak sekali hagaki, apabila nantinya tidak terpakai, kita bisa kembalikan ke kantorpos dan mendapat hagaki yang baru dengan nilai sama.
Itulah sebabnya banyak orang Jepang banyak sekali, bahkan belebihan membeli hagaki, dengan harapan bisa mendapatkan lotere. Toh nantinya bisa ditukar dengan yang baru tanpa tambahan uang lain.
Demikian pula apabila salah menulis di hagaki, kita bisa tukarkan dan dapat yang baru, di setiap kantorpos, tetapi harus membayar 5 yen per lembar.
Cara atau sistem hagaki ini memang sangat menarik bila kita perhatikan. Bagi Indonesia yang perekonomiannya masih muram saat ini, mungkin bisa dicoba cara hagaki Jepang. Mudah-mudahan harapan baru bisa ikut terasa pula di Indonesia, sebagaimana warga Jepang mulai bangkit dari kehancuran, antara lain gara-gara harapan sang hagaki. Lha, wong hadiah jutaan yen, sopo sing ora gelem?
Richard Susilo
Back to Clippings Philately | HOME