First Created November 1, 1998
JAKARTA - Lmbar kenangan (souvenir sheet) Indonesia yang terbit tahun 1998,
saat ini harganya kacau dan bisa dibilang tak layak lagi sebagai benda
koleksi. Demikian diungkapkan beberapa filatelis yang dijumpai Pembaruan di
sekitar Kantor Filateli Jakarta selama dua hari, Rabu dan Kamis (28-29/10).
Lembar kenangan yang terbit tahun 1998 ini, mulai dijual dengan harga di
bawah harga satuan (nominal) ketika pertama kali terbit. Khususnya bila
membeli dalam jumlah seratus set sekaligus. Jadi lembar kenangan yang ketika
pertama kali dibeli di loket filateli kantor pos dan giro dengan harga Rp
5.000 perlembar, kini bisa dibeli seharga Rp 4.500 sampai Rp 4.750
perlembar, bila dibeli sekaligus 100 lembar.
Potongan harga sekitar 5 sampai 10 persen dari harga satuan yang merupakan
harga asli yang tercantum di lembar kenangan itu, merupakan hal pertama kali
terjadi di Indonesia. Sebelum ini, lembar-lembar kenangan Indonesia dengan
cepat harganya ''meroket'' beberapa bulan setelah terbit.
Paling spektakuler adalah lembar kenangan seri ''Fauna 1989'' bergambar
orang utan. Ketika dijual di loket filateli, harga satuan untuk satu set-nya
hanya Rp 815. Tetapi kemudian dengan cepat meningkat menjadi Rp 15.000, Rp
25.000, Rp 150.000 dan kini harganya sudah mencapai hampir Rp 500.000 di
dalam negeri. Suatu peningkatan harga yang luar biasa hanya dalam tempo
kurang dari 10 tahun.
Terlalu Banyak
Berbeda dengan itu, lembar kenangan Indonesia yang terbit tahun ini,
akhirnya menjadi kurang disukai. Seorang filatelis bahkan dengan tegas
mengatakan,''Kalau terus-menerus begini, lembar kenangan Indonesia terutama
terbitan tahun ini, tak layak lagi dikoleksi.''
Filatelis lainnya menambahkan, kecenderungan para filatelis menjual
lembar-lembar kenangan Indonesia tahun 1998 koleksi mereka, kini semakin
sering terjadi. Namun karena hampir tak ada lagi pembelinya, tak heran bila
beberapa filatelis dan pedagang prangko nekad menjual di bawah harga satuan.
Walaupun untuk itu mereka harus merugi 5 sampai 10 persen.
Dari pembicaraan, diketahui bahwa filatelis menganggap penerbitan lembar
kenangan Indonesia saat ini sudah terlalu banyak. Sehingga timbul kesan,
para filatelis ''dieksploitasi'' untuk terus-menerus membeli lembar kenangan
yang terbit itu. Bagi filatelis yang mengumpulkan koleksi benda filateli
secara tradisional, memang mempunyai koleksi suatu negara lengkap merupakan
keharusan.
Apalagi belakangan, terbit pula lembar kenangan dengan harga satuan sangat
tinggi. Misalnya, penerbitan lembar kenangan (souvenir sheet) untuk
menyambut Pameran Filateli di Belanda "5de NVPH Show" dari 8 sampai 11
Oktober 1998 (Pembaruan, 18/10). Penerbitan itu ternyata mendapat pertanyaan
dari cukup banyak filatelis. Satu set lembar kenangan tersebut terdiri dari
dua lembar yang berbeda. Pertama, dengan harga satuan Rp 5.000 dan kabarnya
dicetak sebanyak 160.000 lembar. Kedua berharga satuan Rp 35.000 yang
dicetak sebanyak 50.000 lembar dan diberi nomor seri.
Jadi untuk mendapatkan satu set lembar kenangan itu, filatelis harus
mengeluarkan Rp 40.000. Padahal biasanya filatelis membeli paling sedikit
dua set, satu untuk dikoleksi sendiri dan satu lagi untuk materi
tukar-menukar dengan rekan filatelis lainnya. Sampai seorang filatelis
setengah berteriak berkata, bahwa beli lembar kenangan saja sudah seperti
membeli sekarung beras.
Kalau dikatakan bahwa penjualan lembar kenangan itu untuk memenuhi pasar luar
negeri, ternyata tidak tepat. Tidak semua filatelis mancanegara yang senang
dengan peningkatan harga satuan lembar kenangan Indonesia yang begitu luar
biasa, dari sebelumnya hanya berkisar antara Rp 2.500 sampai Rp 5.000
perlembar.
Tak bisa dicegah, kesan untuk mengeksploitasi filatelis telah muncul. Dan
hal ini akan berdampak buruk bagi benda-benda filateli dari suatu negara.
Negara yang dikenal sering menerbitkan benda filateli yang berkesan
mengeksploitasi filateli, akhirnya kurang disenangi. Bahkan ada yang
kemudian mendapat black list (daftar hitam), dan bila benda-benda filateli
dari negara itu dipamerkan dalam suatu pameran filateli yang sifatnya
kompetitif, maka juri akan memberikan nilai rendah.
Indonesia 2000
Hal tersebut tentu berbahaya bagi kondisi dunia perfilatelian Indonesia yang
saat ini sedang mempersiapkan diri untuk melaksanakan Pameran Filateli
Sedunia ''Indonesia 2000''. Sekaligus juga berbahaya bagi pengembangan
filatelis remaja, yang sebenarnya menjadi program Pemerintah.
Filatelis remaja yang melihat tingginya harga lembar kenangan Indonesia,
menjadi tak tertarik lagi untuk mengoleksi. Karena sebagai remaja, tentu
saja uang saku mereka tak mencukupi untuk membeli lembar-lembar kenangan
itu.
Akhirnya, bisa saja mereka tak mau lagi menjadi filatelis. Dan hal ini
merugikan perkembangan filateli Indonesia. Karena seperti berulang kali
disebutkan oleh para tokoh filateli dunia, filatelis remaja itulah masa
depan dunia filateli kita. Jadi, mau dibawa ke mana masa depan dunia
filateli kita ini? (B-8)