First Created - November 8, 1998
JAKARTA - Keluhan akan betapa mahal harga satuan (nominal) lembar kenangan
Indonesia, khususnya seri ''Filacept '98'', ternyata bukan hanya datang dari
filatelis remaja, yang memang uang sakunya terbatas (Pembaruan, 1/11).
Demikian pula keluhan terlalu banyaknya penerbitan prangko di tahun ini,
termasuk pula penerbitan lembar kenangannya.
Dalam seminar sehari yang diselenggarakan Kantor Wilayah Usaha Pos IV DKI
Jakarta, 2 November lalu di Gedung Pos Ibu kota, Jakarta Pusat, keluhan
semacam itu muncul pula dari sejumlah filatelis senior. Mereka menganggap
alasan bahwa harga tinggi yang diberlakukan pada lembar kenangan untuk
keperluan pemrangkoan surat pos ke luar negeri yang biayanya memang sudah
mahal, tidaklah tepat.
Seharusnya, menurut kaum filatelis itu, kalau untuk keperluan pemrangkoan,
prangko-prangko dengan harga nominal mahal cukup dibuat dalam bentuk prangko
definitif saja. Karena prangko definitif biasanya dicetak dalam jumlah
banyak dan bila persediaannya sudah habis bisa dicetak ulang. Sehingga
filatelis yang masih menginginkan dapat menabung terlebih dulu, tanpa takut
kehabisan benda filateli tersebut.
Demikian pula bila alasan yang dikemukakan bahwa lembar kenangan dengan
harga mahal itu, masih tetap murah bila dijual di luar negeri. Contohnya,
satu set terdiri dari 2 lembar kenangan ''Filacept '98'' dengan jumlah harga
Rp 40.000, bila dikonversikan dalam dolar, hanya 4 dolar AS. Kalau ini yang
dijadikan alasan, berarti pasar dalam negeri ditinggalkan. Padahal sudah
menjadi program pemerintah, untuk mengembangkan filateli di dalam negeri
lewat kegiatan ''Sejuta Filatelis''.
Membagi Pengalaman
Mantan Wakil Gubernur Timor Timur, J. Haribowo yang menjadi salah satu
pembicara dalam seminar itu juga mengungkapkan keluhan serupa. Walaupun
begitu, Haribowo tentu bukan hanya mengeluh saja. Ia juga membagi
pengalamannya dalam mengembangkan filateli di provinsi termuda di Tanah Air.
Dalam upaya itu, ia menekankan betapa penting PT Pos Indonesia yang
melaksanakan program pemerintah ''Sejuta Filatelis'' untuk mendekati pihak
Depdikbud setempat. Karena, di sekolah-sekolah itulah dapat ditemukan
bibit-bibit filatelis, yang bisa dibina dan dikembangkan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Gemala Hatta, pembicara lain pada seminar
itu. Putri Bung Hatta ini mengungkapkan, dari pengalaman pribadinya, banyak
sekali manfaat yang diperoleh melalui hobi mengumpulkan prangko. Karena
itulah, ia mendukung usaha memperkenalkan filateli kepada anak-anak dan
remaja.
Hanya saja, menurut Gemala, untuk mengajak anak-anak menyukai filateli,
tidak cukup dengan memberikan prangko-prangko dan albumnya saja. Tetapi
mereka perlu dibimbing, misalnya memperkenalkan hal-hal menarik yang bisa
dilihat dalam prangko itu, serta cara menyimpannya dengan baik dalam album
prangko.
Lewat Internet
Upaya memperkenalkan filateli memang bisa dengan berbagai cara. Tentu saja
perlu pula disesuaikan dengan kondisi dan kemajuan zaman. Misalnya, saat
internet juga sudah merambah ke kalangan anak-anak dan remaja, pemanfaatan
teknologi modern tersebut perlu pula dikembangkan. Apa lagi, semakin banyak
pula orang dewasa yang bekerja di perkantoran dan sehari-hari akrab dengan
internet, kini mulai ''ingin tahu'' pula mengenai filateli.
Seorang filatelis senior Indonesia, Richard Y. Susilo, yang kini tinggal di
Jepang, mengembangkan homepage menarik mengenai filateli Indonesia.
Sementara di dalam negeri sendiri, beberapa filatelis juga ikut
mengembangkan publikasi filateli melalui internet.
Beberapa alamat (URL) menarik mengenai filateli Indonesia yang dapat
''diklik'' di internet, antara lain www.filateli.net yang dikelola Richard
Susilo. Khusus mengenai Pameran Filateli Sedunia Indonesia 2000, homepage
sementara berisi susunan panitia inti, nama koordinator FIP, general
commissioner dan komisioner nasional. Semuanya bisa dilihat melalui alamat
(URL): www. geocities.com/SouthBeach/Dunes/6444. Sementara homepage
sementara Perkumpulan Filatelis Indonesia dapat dilihat di: www.
geocities.com/Baja/Trails/7119.
(B-8)