First Created - November 9, 1998
Oleh Hasbi Maulana, Thomas Hadiwinata, Iwan Hidayat
Bosan dengan deposito, surat berhaga, saham, obligasi, atau wahana
investasi lain? Kebetulan, dulu Anda pernah mengoleksi perangko. Nah coba
simak, menjadi kolektor perangko ternyata bisa menjadi ajang investasi yang
bisa menghasilkan rendemen lebih besar ketimbang simpan duit di bank.
Ada kabar, pengusutan asal-usul harta mantan Presiden Soeharto dihentikan.
Soalnya, setelah diselidiki, ternyata sebagian besar kekayaannya berasal
dari royalti foto dirinya yang selama ini terpampang pada perangko.Ý
Eeitt, nanti dulu, kabar di atas memang sekadar guyonan yang sekarang
sedang ngetop. Tapi, tak ada yang bisa menyangkal bahwa foto Presiden
Soeharto memang paling banyak dipakai sebagai gambar perangko. Buktinya,
menurut katalog perangko Indonesia 1988, sejak tahun 1974, foto diri
Soeharto berpeci sudah menghiasi perangko Indonesia. Tapi, justru karena
terlalu banyak jumlahnya itulah perangko seri Soeharto hingga kini tidak
begitu laku di bursa perangko.
Lain dengan perangko bergambar Presiden Habibie. Perangko seri mantan
Menristek ini, sekarang sedang dicari-cari orang. Para pengumpul perangko
ternyata telah berspekulasi bahwa Habibie tak akan lama menjadi presiden.
Jadi, perangko yang bergambar foto dirinya bakal sedikit jumlahnya.
Di kalangan pedagang perangko ada hukum dagang yang dianut para kolektor.
Semakin sedikit sebuah seri perangko dicetak, semakin mahal harganya.
Jumlah cetakan tentu akan mempengaruhi jumlah perangko yang ada. Semakin
sedikit cetakan tentu akan semakin sedikit perangko yang akan tersisa.
Jadi, seperti halnya barang dagangan lain, harga perangko juga ditentukan
oleh pasokan dan permintaan. Kalau pasokan sedikit, sementara permintaan
banyak, maka harga akan naik.
Contoh telaknya adalah salah satu perangko koleksi Ketua Umum Asosiasi
Pedagang Perangko Indonesia (APPI) Said Faisal Basymeleh. Said memiliki
sepotong perangko seharga Rp 200 juta. Perangko bergambar Ratu Wilhelmina
ini terbitan pemerintah Hindia Belanda tahun 1864. Pada masa penjajahan
Jepang, perangko jenis ini masih dipakai, cuma sudah dibubuhi tulisan
Jepang. Begitupun ketika Indonesia merdeka, perangko ini juga masih laku
untuk berkirim surat, tapi huruf kanjinya sudah ditimpa dengan tanda pagar
miring dan ditambahi kata "Repoebelik Indonesia". Menurut Said, sampai
sekarang perangko itu tinggal ada dua di dunia. Satu miliknya, dan satu
lagi dimiliki kolektor asing. "Saya sendiri memburunya hingga ke Belanda,"
katanya.Ý
Keuntungannya melebihi deposito
Bagi yang tahu, seperti Said tadi, berburu perangko bukan sekadar hobi.
Tapi, sebuah langkah investasi. Keuntungannya tak kalah dengan bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kalau bunga SBI paling tinggi mencapai 70%
lebih, tingkat imbal hasil yang istilah kerennya return on investment dalam
investasi perangko bisa mencapai 100%. "Tapi, itu tidak untuk semua seri
perangko lo," kata Suwito salah seorang broker perangko ternama. Memang,
seperti halnya saham, tidak semua perangko bisa dibeli untuk tujuan
investasi. Suwito memperkirakan hanya sekitar 10% dari semua seri perangko
yang ada yang menjanjikan keuntungan sebesar itu.Ý
Salah satu contoh perangko yang harganya meningkat pesat adalah seri fauna
bergambar orang utan terbitan tahun 1989. Menurut Ryantoro, Sekjen APPI,
perangko yang harga nominalnya antara Rp75-Rp 500 itu sekarang telah
berharga sekitar Rp 1 juta per buah. "Jadi, yang sekarang memegang perangko
itu dalam jumlah banyak, boleh dikata bisa kaya mendadak," kata Ryantoro.
Itulah sebabnya, para kolektor dan broker perangko yang dihubungi KONTAN
rata-rata tetap optimistis menanamkan uang dalam bentuk kertas-kertas kecil
itu. Menurut para penggemar perangko yang lazim dikenal sebagai filatelis
ini, jual beli perangko belakangan ini semakin marak dengan semakin bany
aknya penggemar perangko.Ý
Apalagi, dibanding dengan negara-negara lain, jumlah perangko yang dicetak
di Indonesia masih terbatas. Rata-rata setiap seri hanya dicetak sejuta
keping. Dari jumlah sebanyak itu, hampir semuanya dipakai untuk surat
menyurat dan hilang entah ke mana. "Yang tersisa hanya sedikit," kata
Suwito. Dan itulah yang menjadi rebutan di antara kolektor dan pedagang.
"Pokoknya, kalau sekarang laku itu baik, tapi jika tidak laku itu lebih
baik," kata Ryantoro. Maksudnya, kalau sekarang tidak laku, berarti masih
ada peluang si kolektor mendapat harga yang lebih baik di masa mendatang.
Karena itulah investor perangko asal Surabaya ini tak merasa sayang
menghabiskan Rp 5 juta setiap bulannya untuk belanja perangko.Ý
Meski agak malu-malu, Said juga mengaku bahwa melalui investasi perangko
yang telah dilakukannya sejak kanak-kanak, ia cukup mendapat kepuasan
finansial. Kolektor yang koleksinya saat ini bernilai miliaran rupiah ini
mengaku tidak pernah mengambil modal dari bisnisnya yang lain untuk
investasi perangko. "Seluruh investasi perangko yang saya punya sekarang
berasal dari keuntungan jual beli perangko saya yang terdahulu," katanya.
Bukan hanya itu, berkat perangko ini pula Said mampu melanglang buana, baik
untuk berburu perangko maupun untuk memamerkan koleksinya.Ý
Dengan katalog mendongkrak harga
Selama ini banyak orang mengira bahwa mengoleksi perangko hanya hobi masa
kanak-kanak yang terbawa dan berlanjut sampai tua. Anggapan itu tak
sepenuhnya keliru. Di Indonesia sendiri, sebelum 1990 perangko bukan sarang
yang cocok untuk dijadikan arena mengeruk rezeki. "Hingga 1990 harga
perangko Indonesia tak pernah naik," kenang Suwito. Setelah tahun itu
barulah APPI menerbitkan katalog perangko Indonesia, maka harga perangko di
pasar juga ikut bergerak. Katalog perangko ini selain berisi berbagai
daftar dan gambar perangko, yang paling penting juga ada harga patokannya.
Memang, tak bisa disangkal bahwa harga yang ditentukan dalam katalog tadi
bisa dibilang subyektif. Karena yang menyusun katalog para pedagang
perangko juga. Namun, bagaimanapun, adanya katalog inilah yang membuat
pasar perangko likuid. "Sebelum tahun 1990, kita memakai katalog terbitan
Belanda. Tapi, karena harga yang mereka cantumkan tidak naik-naik, ya pasar
perangko di Indonesia jadi tidak bergairah," sambung Suwito.
Nah, sejak adanya katalog perangko Indonesia, baru pasar perangko mulai
bergairah. Seiring dengan itu jumlah filatelis pun ikut membengkak. Tahun
1990, jumlah anggota Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) baru bejumlah
10.000, tahun ini jumlahnya sudahÝ 840.000 orang.Ý
Saat ini perangko Indonesia pun sedikit demi sedikit mulai merambah bursa
perangko internasional. Meskipun baru populer di Amerika Serikat dan
Belanda, namun jumlah permintaan dan harganya telah meningkat pesat.
Menurut Ryantoro, baru-baru ini di pelelangan perangko di Belanda, jumlah
perangko Indonesia yang dilelang mencapai 40 kali lipat dari biasanya.Ý
Tentu saja, kondisi pasar perangko yang semakin bullish ini membuat para
filatelis menanti rezeki mampir. Anda ingin menjadi salah satu yang
kecipratan? Simak tip buat calon investor perangko yang disarikan KONTAN
dari petuah para kolektor dan pedagang perangko senior.ÝÝÝÝÝÝ
Tips untuk Pemula
1. Sejak sekarang, coba untuk selalu membeli setiap seri perangko terbitan
kantor pos. Mana yang berpotensi laku dan yang tidak akan tersortir dengan
sendirinya kelak.
2. Jangan terjebak pada keindahan desain perangko. Ingat, patokannya adalah
jumlah barang.
3. Perkayalah khasanah pengetahuan "perperangkoan" Anda dengan menyimak
majalah perangko, katalog, rajin mendatangi bursa perangko dan lelang
perangko yang diselenggarakan dengan rutin di kantor-kantor pos. Dari sana,
Anda bisa membangun jaringan dan tidak begitu tergantung pada broker.
4. Konsentrasilah pada perangko satu negara. Koleksi perangko beberapa
negara lain boleh-boleh saja asal tahu kondisi pasarnya. Paling mudah tentu
saja mengoleksi perangko Indonesia.Ý
5. Untuk investasi pada perangko-perangko terbitan lama, mintalah nasihat
dari para broker dan kolektor yang lebih senior. Tentu saja jangan gampang
percaya pada nasihat satu dua orang. Bagaimanapun menjaring pendapat banyak
orang lebih mengecilkan risiko terjerumus mengumpulkan perangko sampah.
6. Meskipun jarang sekali terjadi harga perangko merosot, jangan mengambil
risiko investasi pada satu macam perangko saja.
7. Usahakan selalu bisa mengumpulkan perangko dalam satu seri utuh. Setiap
seri perangko biasanya tediri dari beberapa keping perangko yang berbeda
desainnya. Tapi jangan sampai lupa berusaha mengumpulkan perangko dalam
blok. Maksudnya, membeli satu renteng perangko dengan corak sama, tanpa
perlu menyobek lobang-lobang pemisahnya. Perangko dengan seri lengkap
biasanya lebih mahal ketimbang per keping. Jumlah dan macam keping setiap
seri bisa dilihat dari katalog perangko.Ý
8. Usahakan mendapat perangko yang belum pernah terpakai (mint). Kecuali
perangko-perangko terbitan zaman revolusi (1945-1949), perangko segar ini
relatif lebih mahal ketimbang yang sudah terpakai. Sebaliknya, perangko
bekas terbitan masa revolusi fisik lebih mahal harganya, karena pada masa
itu perangko yang terpakai untuk berkirim surat justru sangat sedikit.
9. Hindari perangko terbitan tahun 1950-1960 karena pada masa-masa itu
setiap seri perangko dicetak dengan jumlah terlalu banyak. Juga hati-hati
terhadap setiap perangko terbitan tahun 1994, semua perangko terbitan masa
itu bisa direkayasa gambar dan huruf-hurufnya.
10. Buatlah komposisi koleksi semenarik mungkin. Sertakan dalam perlombaan.
Karena jika koleksi Anda mendapat perhatian pasti harganya akan
diperhatikan juga. Syukur-syukur kalau Anda menang.Ý
11. Bongkar lemari-lemari lama milik keluarga. Siapa tahu ada sisa perangko
yang dipakai kakek untuk berkirim surat cinta kepada nenek di zaman Jepang
dulu. Bisa saja nilainya sekarang sudah jauh melebihi nilai cinta si kakek
kepada nenek.
12. Terakhir, jangan sampai lupa bahwa koleksi Anda untuk investasi bukan
untuk persediaan kalau mau kirim surat, he..he..he...ÝÝÝÝÝ
(B-8)