First Created - November 22, 1998
BANDUNG - Filatelis Indonesia semakin menunjukkan kemampuannya di
pameran-pameran filateli internasional yang sifatnya kompetitif. Belum lama
ini misalnya, para filatelis Indonesia berjaya pada pameran di Milan, Italia
dan Manila, Filipina. Demikian informasi yang diterima Pembaruan di
sela-sela pertemuan para filatelis Indonesia di Bandung, 18-19 November
1998.
Di Milan, akhir Oktober sampai awal November 1998, berlangsung Pameran
Filateli Sedunia ''Italia '98''. Ada tiga koleksi milik filatelis Indonesia
yang lulus seleksi untuk ikut dalam pameran itu. Dalam pameran tingkat
dunia, filatelis yang mendaftarkan koleksinya memang biasanya lebih banyak
dari jumlah panil yang disediakan. Karena itu, tak heran bila panitia
pameran mengadakan seleksi awal berdasarkan keterangan dalam formulir
pendaftaran yang masuk.
Ketiga koleksi peserta Indonesia itu semuanya memperoleh medali. Agus
Wibawanto, filatelis dari Surabaya, dengan koleksinya berjudul ''Revolution
in Java'' yang diikutkan dalam kelas sejarah pos (postal history),
memperoleh medali Vermeil Besar (Large Vermeil). Kemudian, filatelis senior
dari Jakarta, FX Kurnadi, dengan koleksi berjudul ''Lepidoptera'' di kelas
tematik memperoleh medali Perak (Silver).
Sedangkan di kelas literatur, kliping filateli Suara Pembaruan yang oleh
penulisnya, wartawan Pembaruan Berthold DHS disatukan dalam kumpulan
bertajuk ''Kenang-kenangan Pacific '97'' memperoleh medali Perunggu
(Bronze).
Karena ''Italia '98'' merupakan pameran tingkat dunia, maka para juri yang
menilai adalah juri yang telah mendapatkan akreditasi untuk pameran dunia.
Berarti penilaiannya benar-benar ketat.
Sementara itu, dalam pameran filateli ''Pilipinas '98'' yang berlangsung di
Manila, Filipina, minggu kedua November 1998, satu-satunya koleksi peserta
Indonesia juga memperoleh medali. Koleksi berjudul ''Bears'' milik Helena
Rebecca W Tangkilisan di kelas remaja itu, mendapatkan medali Perunggu sepuh
Perak (Silver Bronze).
Pameran ''Pilipinas '98'' tersebut adalah sebuah pameran internasional yang
diberi dukungan (support) oleh Federasi Filateli Asia Pasifik (Federation of
Inter-Asian Philately). Dewan jurinya terdiri adalah para filateli senior
yang berasal dari Filipina, Malaysia, Australia, Chinese Taipei, Hong Kong,
dan Thailand.
Walaupun dalam pameran semacam itu, yang diterima para filatelis hanyalah
penghargaan dalam bentuk medali dan piagam penghargaan, namun keberhasilan
''menembus'' ajang pameran internasional merupakan suatu kebanggaan
tersendiri.
Abad ke-21
Sementara itu, dalam seminar filateli nasional bertopik ''Filatelis
Indonesia Menyongsong Abad ke-21'' yang berlangsung di Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Pos Indonesia, Sarijadi, Bandung, 18 November 1998, tampil empat
pembicara.
Mereka adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Filatelis Indonesia (PP
PFI), Letjen TNI (Purn) Mashudi, Kepala Divisi Filateli PT Pos Indonesia,
Mulyanto, wartawan Pembaruan yang juga penulis filateli, Berthold DH
Sinaulan, dan Ketua Asosiasi Pedagang Prangko Indonesia (APPI), Ir Said
Faisal Basymeleh.
Mashudi antara lain mengemukakan visi PFI dan kesiapan sumber daya manusia
fialtelis menyongsong abad 21. Antara lain dikemukakannya, arus globalisasi
saat ini telah bergulir ke semua sendi kehidupan masyarakat. Kondisi ini
mengubah pula keadaan perfilatelian di Indonesia khususnya, dan di dunia
pada umumnya.
Kegiatan filateli bukan saja merupakan hobi semata, tetapi berkembang pula
ke sisi lain yang jauh lebih luas. Seperti manfaatnya apabila kita tinjau
dari aspek psikologi, edukasi, dan aspek bisnis. Ketiga aspek ini saling
mempengaruhi satu sama lain dan tak terpisahkan lagi.
Disebutkan pula, karena banyaknya manfaat dan hal-hal positif dari filateli,
maka hobi tersebut merupakan salah satu alternatif kegiatan yang tepat bagi
pembinaan generasi muda.
Sementara itu, Berthold mengemukakan, para filatelis Indonesia tampaknya
masih belum atau kurang tanggap terhadap teknologi informasi (TI) canggih,
yang sebenarnya telah cukup lama hadir di Tanah Air.
Akibatnya, mereka yang memiliki kegemaran (hobi) mengumpulkan prangko dan
benda-benda pos lainnya itu seringkali ketinggalan informasi tentang
perfilatelian di seantero dunia.
"Kini sudah saatnya para filatelis Indonesia memanfaatkan jasa internet atau
cyber space (ruang maya - Red). Jangan sampai kita ketinggalan dari para
filatelis manca negara yang telah lama memanfaatkannya," ujar penulis dan
pengasuh rubik "Filateli" pada tiap edisi Minggu Suara Pembaruan itu.
Di depan lebih 200 filatelis se-Indonesia, Berthold mengemukakan, ada banyak
manfaat yang bisa diperoleh para filatelis dengan menggunakan ruang maya
melalui internet. Antara lain, saling berkirim surat melalui surat
elektronik (ratron) atau electronic mail (e-mail). Keuntungannya, di samping
berkecepatan sangat tinggi, biayanya pun jauh lebih murah dibandingkan
dengan berkirim surat secara konvensional (lewat pos). Sebab, pengirim surat
cukup membayar pulsa telepon lokal selama berkirim ratronnya. Tentu saja
untuk ini si pengirim dan penerima ratron harus memiliki saluran telepon
yang disambungkan ke komputer yang dipasangi modem.
Lalu, bagaimana dengan mayoritas mutlak filatelis Indonesia yang tak
memiliki perangkat canggih ini? "Solusinya saat ini sudah terjawab sebagian.
Di banyak kantor pos telah disediakan pojok Warposnet (Warung Pos Internet).
Di sana kita bisa menyewa komputer yang telah dilengkapi modem dan
program-programnya untuk 'berselancar' (surfing) di ruang maya," ungkapnya.
Penulis filatelis itu menjelaskan, melalui jasa internet yang disediakan
oleh Warposnet atau warung-warung internet lainnya, para filatelis dapat
memperoleh dan/atau menyebarkan berbagai informasi tentang perfilatelian dan
aktivitas para filatelis, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Satu hal lagi yang menarik adalah "berselancar" ke berbagai situs (website)
yang berkaitan dengan filateli. Kini cukup banyak homepage di internet. Kita
juga bisa membaca koran tabloid khusus filateli Linn's Stamp News, yang
diterbitkan di AS. Kita tinggal klik www.linns.com. Dari tempat itu ada
banyak homepage lainnya yang bisa diakses.
"Jadi, sekarang mari kita ramai-ramai 'berselancar' di internet dan
memanfaatkan secara optimal ruang maya untuk komunikasi dan publikasi
filateli Indonesia," ajaknya.
Pada bagian lain presentasinya, Berthold mengungkapkan, rubrik "Filateli"
tiap Minggu di harian ini ternyata mendapat apresiasi yang sangat baik dari
para filatelis di Tanah Air. Bahkan beberapa filatelis yang mengikuti
seminar itu meminta, agar harian ini lebih sering dan lebih banyak
menyiarkan aktivitas para filatelis di daerah-daerah (luar Jakarta).
Sulit Informasi
Kaum filatelis juga mengeluhkan sulitnya memperoleh informasi baru dan
terbitan tentang filateli, terlebih-lebih mereka yang tinggal jauh dari
kota-kot besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Bila disimak semua tanggapan dan keluhan para filatelis, maka dapatlah
disimpulkan, bahwa para filatelis Indonesia kini membutuhkan dan merindukan
terbitan atau publikasi khusus tentang perfilatelian.
Rasanya tak berlebihan bila dikatakan bahwa publikasi ikut menentukan masa
depan dunia perfilatelian, baik di Indonesia maupun di seantero dunia. Bila
publikasi yang dilakukan tepat dan kena pada sasaran, maka ini akan membuat
warga masyarakat umumnya dan para filatelis khususnya dapat dengan baik
mengapresiasi aktivitas filateli.
Agaknya PP PFI dan Pengurus Daerah PFI perlu segera "merangkul" media massa,
terutama media massa cetak, baik yang berada di Jakarta maupun yang di luar
Jakarta, untuk menjalin kerjasama dalam publikasi filateli. Bahkan yang
lebih menggembirakan lagi, bila PT Pos Indonesia dan PFI bekerja sama dengan
investor untuk menerbitkan majalah atau tabloid khusus filateli seperti
Linn's Stamp News yang sangat laris dan popular itu. Apalagi bila diingat,
jumlah filatelis di Indonesia sudah cukup banyak dan mendekati angka 1 juta
orang.
[Sahala Tua Saragih]