First Created - January 19, 1999
JAKARTA - Katalog prangko bagi kalangan filatelis merupakan buku penting
sebagai acuan untuk berbagai hal. Antara lain, untuk mengetahui
prangko-prangko yang pernah terbit dengan gambarnya sekaligus, terlebih lagi
untuk mengetahui nilainya sebagai benda filateli.
Seorang filatelis yang melihat katalog prangko dapat mengira-ngira harga
suatu prangko, lembar kenangan (souvenir sheet) atau sampul hari pertama
(SHP). Begitu pula dengan memperbandingkan dengan katalog prangko dari tahun
penerbitan sebelumnya, seorang filatelis dapat melihat perkembangan harga
satu benda filateli. Penerbitan katalog prangko memang dilakukan secara
rutin. Ada yang menerbitkan setahun sekali dan ada pula yang menerbitkan dua
tahun sekali.
Hampir tidak pernah terjadi harga prangko menurun dari tahun ke tahun.
Namun, peningkatan harga itu tergantung dari permintaan filatelis. Prangko
yang banyak diminati, harganya akan cepat meningkat. Sedangkan yang kurang
disukai, harganya cenderung tetap atau kalau pun naik, hanya naik sedikit
saja.
Dalam penyusunannya, ada katalog prangko yang memuat semua prangko yang
terbit di seluruh dunia. Sebagai contoh, penerbitan katalog prangko Stanley
Gibbons dari Inggris atau Scott dari Amerika Serikat. Karena banyaknya isi
katalog itu, tidak heran bila hasilnya adalah berjilid-jilid buku katalog
tebal.
Ada lagi yang menerbitkan katalog prangko untuk suatu kelompok negara saja.
Misalnya katalog prangko Inggris dan negara-negara Persemakmuran, katalog
negara-negara Skandinavia dan katalog prangko gabungan Malaysia, Singapura
dan Brunei Darussalam.
Selain itu, yang lebih banyak adalah penerbitan katalog prangko berdasarkan
satu negara saja. Untuk Indonesia, katalog prangko disusun oleh Asosiasi
Pedagang Prangko Indonesia (APPI). Ada dua jenis katalog prangko, yang
lengkap berisi daftar prangko di Indonesia sejak zaman Hindia Belanda
(Nederlands Indie), zaman pendudukan Jepang, masa revolusi kemerdekaan RI
sampai sekarang. Ada lagi katalog prangko simplified, yang hanya memuat
daftar prangko sejak Indonesia merdeka sampai sekarang.
Selain diterbitkan APPI, katalog prangko Indonesia juga diterbitkan suatu
penerbit di Belanda, Zonnebloem. Harga yang dicantumkan dalam katalog itu,
tentu saja dalam mata uang Belanda, yaitu gulden. Sedangkan katalog prangko
buatan APPI, tadinya menggunakan harga rupiah. Namun untuk penerbitan
terbaru tahun 1999, harga yang digunakan adalah dolar AS.
Harga Pasaran
Walaupun demikian, dari pengalaman sejumlah filatelis, harga yang terdapat
dalam katalog prangko terkadang belum tentu mencerminkan harga pasaran yang
berlaku. Hal itu misalnya terungkap lewat diskusi tertulis melalui internet
(mailing list) di alamat: filatelis@egroups.com.
Seorang filatelis dari Australia misalnya menyebutkan, kadang-kadang ada
yang harga pasaran sebetulnya hanyalah 1/3 dari harga yang tercantum dalam
katalog. Sementara filatelis dari Belanda menyebutkan, untuk jual beli
prangko-prangko Indonesia berdasarkan katalog prangko Zonnebloem, harganya
juga di bawah harga katalog. Untuk prangko-prangko Indonesia sebelum tahun
1979, harganya bisa dipotong sampai 60% dari harga katalog. Sedang harga
prangko Indonesia yang diterbitkan sesudah 1979 bisa dipotong sampai sekitar
50% dari harga katalog.
Sementara di Jakarta pedagang prangko yang menggunakan katalog APPI 1999
juga masih sedikit. Kalau pun ada, dengan potongan harga cukup banyak yaitu
mencapai 50% sampai 60%. Sedangkan sebagian pedagang prangko yang lain masih
tetap menggunakan katalog APPI terbitan 1998.
Bursa Prangko
Hal serupa juga terlihat dalam bursa dan lelang prangko serta kartu telepon
yang diselenggarakan pekan lalu di Bank Pos, Jakarta. Bursa tersebut
diselenggarakan atas kerja sama Bank Pos Nusantara, PT Smart dan Divisi
Filateli Jakarta.
Dalam lelang benda-benda filateli yang diadakan dalam acara itu terlihat
bahwa lembar kenangan, prangko maupun SHP Indonesia yang ditawarkan masih
menggunakan harga dari katalog APPI 1998. Pedagang-pedagang prangko yang
menjual dagangannya dalam bursa itu, juga masih menggunakan katalog APPI
1998 sebagai acuan. Hanya sedikit yang menggunakan katalog APPI 1999. Itu
pun dengan potongan harga yang lumayan banyak.
Selain benda-benda filateli, bursa dan lelang itu juga diisi dengan
penjualan koleksi kartu telepon. Berbagai kartu telepon, baik dalam maupun
luar negeri ditawarkan dalam acara itu. Menurut GM Retail Banking Bank Pos,
Joseph Marzuki, kegiatan itu akan diadakan secara rutin sebulan sekali
dengan tujuan antara lain untuk ikut mengembangkan hobi filateli dan
telegeri (koleksi kartu telepon) di Indonesia.
Apalagi, Bank Pos juga melayani pembelian benda-benda filateli dan telegeri
melalui rekening khusus, sehingga kolektor dapat dengan mudah melengkapi
koleksi mereka setiap kali ada penerbitan baru. (B-8)