First Created - February 14, 1999


Mengumpulkan Benda Filateli Sama Dengan Menabung
[Suara Pembaruan, February 14, 1999]


JAKARTA - Ternyata harga katalog prangko belum benar-benar mencerminkan harga pasaran (retail price) koleksi prangko bagi filatelis, demikian beberapa filatelis di Jakarta yang ditemui Pembaruan pekan ini di sejumlah tempat.

Katalog Prangko Indonesia (KPI) 1999 terbitan Asosiasi Pedagang Prangko Indonesia (APPI) yang memuat perkiraan harga prangko-prangko Indonesia dalam dolar AS, saat ini belum banyak dipakai. Kalau pun ada yang memakai sebagai patokan, potongan harga itu cukup tinggi. Tidak kurang dari 60% potongan diberlakukan dalam jual beli menggunakan KPI 1999. Jadi, misalnya suatu prangko dinilai KPI tersebut seharga 5 dolar AS, harga pasaran sebenarnya hanya sekitar 2 dolar AS atau hanya 40% dari harga katalog itu.

Menurut kaum filatelis itu, justru harga KPI 1998 yang terbit setahun sebelumnya, lebih dapat dijadikan patokan. Harga-harga yang dimuat dalam rupiah pada katalog itu, saat ini lebih cocok dengan kenyataan di pasaran. Bahkan, tidak jarang filatelis yang berani menambah 10% sampai 30% di atas harga yang tercantum di KPI 1998. Misalnya, harga prangko di KPI 1998 senilai 2 dolar AS, berarti filatelis ada yang bersedia membelinya dengan harga 3 dolar AS.

Seorang filatelis mengatakan, masih dibutuhkan beberapa waktu lagi agar harga pasaran mendekati dengan harga yang tercantum di KPI 1999. Ia memperkirakan butuh waktu sekitar 8 sampai 10 bulan lagi, sebelum harga pasaran mendekati sekitar 80% dari harga KPI 1999. Artinya, bila kini harga dalam KPI 1999 adalah 5 dolar AS dan kenyataannya hanya laku di pasaran sekitar 2 dolar AS, sehingga diperkirakan 8-10 bulan lagi harga itu bisa meningkat mendekati angka 4 dolar AS. Berarti semakin mendekati harga yang tercantum dalam KPI 1999.

''Soalnya KPI 1999 belum banyak dikenal, masih perlu waktu untuk menyosialisasikan perubahan-perubahan harga itu. Sementara filatelis saat ini masih lebih banyak berpegang pada KPI 1998,'' tutur filatelis tadi memberikan alasan. Ditambahkan, agar harga pasaran semakin mendekati harga yang tercantum dalam KPI 1999, pedagang prangko yang tergabung dalam APPI harus membantu ''mendongkrak'' harga-harga benda filateli Indonesia.

Caranya, agar anggota APPI berani membeli benda-benda filateli Indonesia dari kaum filatelis dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasaran sekarang. Hal itu bisa dilakukan dengan aktif membeli di lelang dan bursa prangko, yang kini semakin sering diadakan. Khususnya di kota Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Harus diakui peningkatan harga benda-benda filateli Indonesia, dibantu pula dengan semakin banyaknya lelang dan bursa filateli di sejumlah tempat. Saat ini di beberapa daerah secara rutin menyelenggarakan bursa dan lelang filateli sebulan sekali. Bahkan, di Jakarta bisa sampai dua kali sebulan.

Bila saja hal ini dapat terselenggara paling sedikit sekali sebulan di semua ibu kota provinsi di Indonesia, sehingga akan semakin menggairahkan perkembangan harga benda filateli Indonesia. Kerja sama dengan PT Pos Indonesia untuk penyelenggaraan hal itu, merupakan hal yang selama ini membantu dan bisa terus dikembangkan.

Di samping menambah wawasan dan persahabatan lewat filateli, dengan mengumpulkan benda filateli sama dengan menabung. Karena harga benda filateli itu makin lama makin meningkat dibandingkan saat pertama kali dibeli. Harus diupayakan jangan sampai terulang lagi kejadian seperti jatuhnya harga lembar kenangan Indonesia terbitan 1998. Sampai saat ini masih banyak filatelis yang tidak habis pikir, benda filateli yang mereka beli dengan harga nominal (harga satuan yang tercetak pada benda filateli itu) di loket-loket filateli Kantor Pos dan Giro, ternyata belakangan dijual dengan harga di bawah nominal. (B-8)



Back to Clippings Philately | HOME