First Created October 4, 1998
ADA anekdot "subversif" soal prangko. Suatu hari seorang petugas pos
dengan wajah cemberut tengah memukuli amplop
dengan palu stempel. Begitu kerasnya, hingga pengunjung tergoda untuk
bertanya: "Lagi nggebukin apa sih Pak, kok emosi
banget?"
Dia tak menjawab. Cuma diangkatnya kedua bahunya, lantas dijulurkan
segebok amplop di tangannya. Tampaklah di sudut kanan
atas goresan cap stempel yang tajam menimpa sederet prangko. Bergambar
sosok kepala negara!
Aha, orang boleh saja melampiaskan benci kepada gambar prangko. Tapi
pada saat lain prangko bergambar kepala negara justru
malah dicintai dan diburu. Contohnya sekarang ini. Para filatelis
tengah mengejar-ngejar prangko bergambar mantan presiden
Indonesia, Soeharto. Konon harganya bisa mencapai Rp 50 ribu.
Lo, bukankah prangko gambar Pak Harto masih banyak? Jangan keburu
senang, sebab yang dicari adalah yang eksklusif: yang
berstempel pos 21 Mei. Tanggal bersejarah tepat hari lengser keprabon
presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu.
Satu lagi prangko yang sedang dinanti-nanti, juga gambar kepala
negara. Tak lain adalah prangko bergambar Presiden B.J.
Habibie.
Kendati dinanti belum tentu prangko Habibie kelak diminati. Semua
masih bergantung kondisi. Menurut filatelis di Surabaya, Ir
Ryantori, biasanya para filatelis menunggu kondisi di pasaran.
Artinya, kalau benda-benda itu diterbitkan rutin dan dalam jumlah
banyak, maka akan menjadi barang yang tidak menarik. Tetapi kalau
sudah habis, baru akan diburu.
Menjelaskan soal prangko Presiden Habibie, Kabag Divisi Filateli
Kantor Pos Surabaya, Sindu Handoyo SH mengatakan,
pihaknya sudah mendapatkan contoh prangkonya. Saat ini tengah menunggu
pembagian peredarannya.
"Setiap tahunnya, kantor pos pusat mengeluarkan pengumuman tentang
rencana prangko yang akan diterbitkannya. Tetapi ada
kalanya ditunda juga," tambahnya.
Tentang prangko gambar Soeharto yang konon sedang diburu itu, Sindu
menyatakan memang mungkin. Sebab, masing-masing
filatelis memiliki kegemaran mengumpulkan benda-benda pos dengan
berbagai kriteria sendiri. Antara lain ada yang menyukai prangko
tematik yang dihubungkan dengan kejadian termasuk saat pengunduran
diri presiden ke dua itu.
Ada juga yang menyukai prangko jenis flora dan fauna dan sebagainya,
atau ada juga yang menyukai prangko unik misalnya yang
salah cetak.
Andre, kolektor muda dari Surabaya juga mengatakan hal senada. Menurut
pengalamannya, yang pasti berharga tinggi adalah
prangko yang keliru, atau aneh. Misalnya, salah cetak, perbedaan
warna, kesalahan dalam porporasi, dan sebagainya.
"Seorang filatelis harus jeli. Ada titik hitam sedikit saja, harga itu
akan menjadi lain," kata Andre yang mengaku menyukai
prangko-prangko unik semacam itu.
Berbicara soal harga, Ryantori, mengatakan, dalam menentukan harga itu
ada pertemuan tersendiri antarpedagang setiap minggu.
"Mereka melakukan tawar-menawar juga. Ada trik sendiri untuk menaikkan
harga. Terutama yang langka," kata Ryantori. (Ratna
Devi)