suratkabar.com 
 
 
Domain For Sale

suratkabar.com 
Love Indonesia Philately

News Indonesia SuratkabarCom
 
A Gift For You.....

Sayang sekali, Pos Indonesia Tuli  
01/02/2002 (00:00)

Click Here to Send Messege

[Kirim Pesan]     

TOKYO (Love Indonesia Philately) - Sebulan telah berlalu. Tak ada tanggapan resmi dari pihak Pos Indonesia, khususnya Divisi Filateli. Sementara kebingungan, bahkan termasuk di kalangan Pos, masih saja terjadi, khususnya soal sampul peringatan Universitas Diponegoro (Undip).

Di milis Prangko - milis diskusi para pengumpul prangko Indonesia - dengan anggota beberapa karyawan Pos Indonesia, Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI), pedagang prangko dan kolektor prangko, masalah tersebut terus berlanjut, bahkan seolah semakin membingungkan.

Mengapa? Karena tidak ada penjelasan resmi pihak Pos Indonesia mengenai sampul Undip tersebut, jadi atau tidak disebarluaskan, berapa harganya, kapan dan sebagainya.

Pada pokoknya, Pos Indonesia khususnya Divisi Filateli, tampaknya tuli atau menulikan diri, pura-pura tak tahu. Tak ada penjelasan resmi kepada umum mengenai kasus tersebut.

Melihat kasus tersebut dan kasus lainnya sejak dulu hingga kini, sebenarnya Pos Indonesia sudah melanggar Kode Etik Filateli untuk para anggota UPU (Universal Postal Union) yang telah ditetapkan UPU tahun 1999, khususnya pasal 7.

Disebutkan pasal tersebut, bahwa Administrasi Pos tidak boleh membuat prangko atau produk filateli yang dimaksudkan untuk mengeksploitasikan konsumer.

Apabila ditanyakan pihak Pos Indonesia, dipastikan akan menyanggah pasal itu karena setiap benda filateli diterbitkan mereka memang tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasikan konsumennya. Namun apabila kita lihat praktek dan kenyataannya, hal itu jelas untuk mengeksploitasi konsumen, bisa kita arahkan lagi, khususnya para kolektor benda filateli.

Satu contoh konkrit yang sangat hangat saat ini yaitu rencana penerbitan prangko peringatan 65 tahun LKBN Antara (13 Desember 2002) yang menurut peraturan penerbitan prangko Indonesia - disebutkan pula oleh kolektor prangko muda Mulyana Sadiun, hal itu jelas-jelas melanggar peraturan penerbitan prangko Indonesia mengenai penerbitan - yang hanya dilakukan atas lembaga yang berusia kelipatan 25 tahun.

Secara logika saja, tanpa aturan, kita sudah bisa melihat keanehan penerbitan. Mengapa usia 65 tahun diterbitkan prangko? Kalau kelipatan 25 tahun, memang bisa dimengerti secara logika.

Lebih parah lagi, di waktu lalu, sekitar 20 tahun lalu, ada penerbitan carik kenangan (souvenir sheet) yang ternyata tak pernah ada dan tak pernah diterbitkan pihak Pos Indonesia, bahkan Direktur Pos pun saat itu bingung, kok ada carik kenangan itu. Ternyata carik kenangan (CK) tersebut terbit dan beredar di Belanda. Sedangkan di Indonesia tak pernah disebarluaskan penerbitan carik kenangan tersebut.

Satu contoh CK tersebut terbitan 2 Mei 1981 berupa Seni Lukis Tradisional Bali dan cetak logo pameran filateli WIPA 1981 di pojok kanan bawah. CK tersebut yang resmi menggunakan perforasi. Namun ada pula CK yang disebarluaskan, tanpa perforasi. CK ini bukan palsu, tapi asli dan hanya beredar di Belanda. CK ini tak pula termuat di Katalog Prangko Indonesia terbitan APPI tahun 1998.

Sebagai catatan, Pos Indonesia memiliki agen pos resmi di Belanda. Agen Pos ini masih terus aktif hingga kini dan memberikan masukan pendapatan cukup baik bagi Pos Indonesia.

Hal seperti itu tak pernah muncul resmi diumumkan ke masyarakat, namun kalangan filatelis mengetahuinya dan tak bisa apa-apa. Ibaratnya konsumen yang tereksploitasi belaka oleh ulah oknum-oknum pos tersebut.

Kasus lain baru-baru ini dikeluhkan Mulyana pula, tidak ada koleksi peserta Indonesia ke pameran filateli di Belanda, Amphilex 2002, tapi rencananya Pos Indonesia akan menerbitkan CK Amphilex 2002 (30 Agustus 2002) Apa urusannya? Inilah yang bisa disebut pula mengeksploitasi konsumen. Masih banyak lagi kasus lainnya yang tak diungkapkan transparan oleh Pos Indonesia kepada publik.

Sudah saatnya Pos Indonesia lebih terbuka, pasang kuping lebar-lebar dan segera memberikan tanggapan resmi ke masyarakat sehingga tidak muncul kebingungan di masyarakat akan produk filateli Indonesia. Ingat, bisnis pos adalah bisnis jasa. Sudah sepantasnya jasa dinomorsatukan.

Banyak cara dan media bisa dilakukan Pos untuk penyampaian informasi kepada umum. Bisa melalui media massa, press release, bisa pula langsung ke milis Prangko dengan anggota sekitar 300 orang baik di dalam maupun di luar Indonesia. Bahkan orang asing yang bisa dan mengenai bahasa Indonesia pun ikut menjadi anggota. Kirim email ke filateli@yahoo.com.

Mengapa lewat milis Prangko? Karena milis ini khusus untuk penggemar prangko dan benda filateli Indonesia. Milis yang independen dan salah satu media diskusi untuk pengembangan perfilatelian di Indonesia.

Keterbukaan Pos Indonesia kepada masyarakat tidak bisa ditunda lagi. Jangan pikir keburukan perfilatelian di Indonesia, ketidakdisiplinan penerbitan benda filateli di Indonesia hanya diketahui orang Indonesia saja, maka bisa dimaafkan, mungkin.

Jaman sekarang banyak orang asing mengerti bahasa Indonesia dan kejelekan dengan mudah dan sangat cepat menyebar dari mulut ke mulut dari email ke email, bahkan ke arena internasional. Akibatnya akan menjatuhkan nama Indonesia sendiri secara keseluruhan. Paling jelek, ujung-ujungnya, filatelis Indonesia akan sangat dirugikan karena benda filateli akan jatuh di mata internasional, tak ada artinya lagi mengumpulkan benda filateli Indonesia.

Apakah kita mau seperti itu? Kalau Pos Indonesia masih "membandel" tak mau terbuka, mungkin saatnya bagi para kolektor benda filateli Indonesia untuk bersatu, mengumpulkan tanda tangan, dan menuntut Pos Indonesia ke pengadilan karena merasa dirugikan Pos.

Siapa yang akan memulainya? Yang pasti Direktur Utama Pos Indonesia harus bertanggungjawab akan hal ini. Jangan pikir dan jangan bicara, kalau soal filateli tak tahu menahu. Kalau memang demikian, sebaiknya mundur saja dari jabatan anda itu sekarang juga.

Jadikanlah tahun 2002 ini sebagai tahun berbenah diri, meluruskan jalan yang mencang-mencong saat lalu, dan jauh lebih terbuka kepada umum. Janganlah awal tahun yang putih ini dikotori dengan segala kejutan yang merugikan filatelis pada akhirnya.

Richard Susilo


HOME | Today's News | Shopping 

Copyright 1999-2002 © SuratkabarCom Online