suratkabar.com 
 
 
Domain For Sale

suratkabar.com 
Love Indonesia Philately

News Indonesia SuratkabarCom
 
A Gift For You.....

Penyakit Oknum Pos Muncul Lagi?  
12/12/2001 (21:00)

Click Here to Send Messege

[Kirim Pesan]     

TOKYO (LoveIndonesiaPhilately) - Cukup banyak email berdatangan meminta konsultasi soal filateli. Satu hal menarik yang sering muncul, mengenai kekecewaan menghadapi pembelian prangko, entar itu dari kantorpos atau kantor filateli maupun dari para pedagang prangko yang kelihatan sangat banyak berkeliaran di berbagai tempat.

Ada yang kesal penerbitan baru, kok, cepat habis. Keluhan lain, mengapa prangko ini sangat mahal dijual di pasar perdagangan prangko, padahal belum lama terbit. Mengapa pembinaan pemula, kalangan muda, tidak terlihat di perkumpulan filatelis, khususnya di Jakarta. Yang kelihatan malahan hanya para pedagang begitu memasuki pusat perfilatelian di Jakarta.

Jawaban yang saya berikan atas keluhan-keluhan tersebut, selalu mengingatkan, para prinsipnya, janganlah sampai mereka terjebak oleh muka manis para oknum filatelis.

Kasus ini sebenarnya sama seperti 10 tahun lalu saat saya masih aktif di Indonesia. Dunia filateli semakin didominasi kalangan pedagang. Namun kini tampaknya lebih parah lagi pada kenyataannya, para pedagang ini praktis menutup habis kesan (image) filatelis muda, pemula (pengumpul prangko awal) untuk memulai lebih baik baik hobi mengumpulkan prangko yang hanya sekedar hobi.

Mengapa? Karena para pemula pengumpul pangko di Indonesia umumnya kalangan remaja yang bukan dari kalangan kantong beruang, tetapi benar-benar murni mengagumi dan ingin sekali mengumpulkan prangko Indonesia atau luar negeri. Namun begitu datang ka pusat perfilatelian, langsung 'ditodong' kenyataan, berhadapan dengan para pedagang prangko (Baca pula Suara Pembaruan Desember 3, 2000).

Tulisan ini bukannya menyalahkan para pedagang. Mereka justru sebenarnya ikut pula memasyarakatkan filateli. Tentu pula tidak semua pedagang demikian. Ada yang 'greedy' hanya mencari keuntungan belaka dengan muka manis sebagai oknum filatelis.

Lebih parah lagi, yang bernama pedagang prangko sesungguhnya bukan lagi kalangan sipil swasta saja. Beberapa petugas pos - mungkin lebih tepat kita sebut oknum pos - sudah berdagang blak-blakan (rahasia umum) untuk kepentingan kantong pribadinya.

Perdagangan yang dilakukan oknum pos ini sudah sejak dulu, jaman orde lama. Justru oknum pos inilah yang menjatuhkan nilai filateli Indonesia di mata internasional, hingga kini pun image benda filateli Indonesia di kalangan filatelis Internasional, masih jelek.

Mulai awal tahun 1990 selama kira-kira lima tahun, perfilatelian Indonesia bangkit kembali dan perlahan mencoba meraih image yang lebih baik di mata internasional. Hal ini tampaknya berjalan dengan baik.

Namun kini, justru memasuki milenium tahun 2000, kembali penyakit lama kelihatannya kambuh lagi. Oknum pos mulai ganas berjualan benda filateli untuk kantong pribadi. Transaksi jalur belakang khususnya kepada beberapa pedagang prangko Indonesia, mulai dilakukan lagi, bahkan semakin terbuka.

Satu bukti sangat mudah, benda filateli langsung cepat habis di hari pertama penerbitan. Saya pribadi tidak percaya kalau hal itu dilakukan secara benar dan adil. PT Pos Indonesia bukanlah perusahaan seumur jagung yang tak punya pengalaman apa pun mengenai daya tarik minat beli filatelis Indonesia. Dengan demikian cerita kehabisan carik kenangan (souvenir sheet) di hari pertama penerbitan, sesungguhnya bisa dikategorikan sebagai kebrengsekan oknum pos yang sudah sangat luar biasa saat ini.

Kalau pun benar terjadi secara benar dan adil, artinya Pos sangat bodoh menerbitkan benda filateli sangat sedikit sehingga mengorbankan hobi filateli banyak kalangan (khususnya) pemula pengumpul prangko yang menjadi frustrasi tak kebagian benda filateli Indonesia di hari pertama penerbitan.

Bagaimana kalau jumlah terbit memang banyak, tetapi hal itu tetap terjadi, habis di hari pertama penberbitan. Satu-satunya kemungkinan adalah distribusi benda filateli yang tidak benar dilakukan pos. Artinya, perhitungan distribusi benda filateli ke suatu tempat ngawur. Dengan demikian Pos bukanlah semakin maju, malahan menjadi perusahaan yang semakin brengsek dalam segi bisnis.

Tanpa membela pihak Pos, saya merasa tidak percaya kalau kerja pos amatiran seperti itu. Dengan kata lain, kebobrokan yang terjadi saat ini sesungguhnya lebih disebabkan oleh oknum pedagang baik dari kalangan swasta maupun dari kalangan pos.

Olehkarena itu, sudah waktunya kembali Pos melakukan introspeksi diri lagi, mengetatkan, disiplinkan para karyawannya, bertindak tegas terhadap para oknum tanpa pandang bulu dan bahkan menegur keras para oknum pedagang prangko yang sesungguhnya membuat "kotor" pula perfilatelian di Indonesia.

Beranikah Pos mem-black-list para oknum pedagang prangko yang berkongkalikong dengan petugas pos? Saya percaya di jaman kebebasan dewasa ini, hanya Direksi Pos yang bodohlah kalau tak berani menindak tegas, bukan hanya internal petugas mereka sendiri, tetapi harus berani pula menindak tegas pihak luar yang berkongkalikong, mengotori pihak pos dengan cara-cara seenak perut mereka sendiri.

Mengapa ini perlu dilakukan? Dampak berantai sangat luar biasa kalau perfilatelian di Indonesia bisa didisiplinkan. Dampak internasional akan menggelembungkan nilai filateli benda-benda filateli Indonesia. Artinya, pihak Pos Indonesia akan mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia kembali apabila berhasil mengangkat image atau citra perfilatelian Indonesia di mata internasional.

Lalu apa pula kelemahan pos yang lain membuat citra perfilatelian Indonesia masih jelek di mata internasional? Rencana penerbitan jadi salah satu faktor kunci citra perfilatelian Indonesia. Kalau jadwal penerbitan bisa dijaga dengan baik, tidak banyak penerbitan kagetan, filatelis internasional pun akan percaya kembali kepada Indonesia.

Kemudian bagaimana pula peran Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) atau perkumpulan filatelis lain yang ada di Indonesia dalam menghadapi isu oknum pedagang prangko ini?

Sudah sejak dulu saat masih aktif di PFI selama 20 tahun, saya menentang keras masuknya pedagang prangko dan karyawan Pos (aktif) masih ke dalam kepengurusan PFI. Hal ini sebenarnya untuk menjaga obyektivitas PFI sebagai orgnisasi hobi, dan bukan organisasi pedagang. Para pedagang punya organisasi sendiri, dan sudah selayaknya aktif di organisasi pedagang dan bukan di PFI.

Sebagi pembanding, di Jepang, organisasi pengumpul prangko hanya terdiri dari orang yang memang mengumpulkan prangko saja, bukan pedagang. Apabila menjadi pedagang, maka dengan segera dan sukarela mengundurkan diri dari kepengurusan pengumpul prangko, lalu bergabung dengan organisasi pedagang prangko.

Alasan kekurangan atau keterbatasan tenaga kepengurusan seringkali menjadi alat memasukkan pedagang menjadi pengurus PFI. Jaman dulu mungkin sudah terjadi. Tapi setelah sedikitnya 10 tahun PFI "dimasuki" pedagang, apakah tidak ada pengurus murni pengumpul prangko yang bisa ikut aktif dan membantu PFI saat ini? Kalau masih saja nol, artinya kaderisasi di dalam tubuh PFI tidak jalan dan hal ini sangat disayangkan.

Sudah delapan tahun meninggalkan tanah air. Namun tampaknya suasana perfilatelian di Indonesia masih belum banyak berubah. Bahkan terdengar keluhan - kalau bukan jeritan - filatelis muda terhadap semakin merajalela oknum pedagang prangko. Perlu dipertanyakan peranan PFI dalam membina filatelis muda saat ini. Perlu waktu khusus untuk meninjau kembali keberadaan PFI saat ini, khususnya dalam pembinaan generasi muda.

Pihak Pos sendiri sudah masuk menjadi pengurus di dalam PFI, mengapa tak bisa membangkitkan PFI dengan gerakan pembinaan generasi mudanya bersama-sama? Tampaknya di sini ada keganjilan. Masing-masing seolah ingin berjalan sendiri dengan program masing-masing dan gengsi masing-masing. Pos sendiri mungkin juga berpikir, mengapa harus mengeluarkan uang untuk PFI, padahal jalan sendiri juga bisa.

Sepanjang pemikiran itu ada di benak para pejabat pos, saya percaya penuh, sampai kapan pun perfilatelian Indonesia tak akan bisa maju. Akibatnya, para pemula menjadi korban dan benda filateli Indonesia semakin terpuruk di mata internasional.

(Richard Susilo)


HOME | Today's News | Shopping 

Copyright 1999-2001 © SuratkabarCom Online