suratkabar.com 
 
 
Domain For Sale

suratkabar.com 
Love Indonesia Philately

News Indonesia SuratkabarCom
 
A Gift For You.....

Kritik Bagi Pembatalan Indonesia 2002  
29/04/2001 (21:00)

Click Here to Send Messege

[Kirim Pesan]     

TOKYO (LoveIndonesiaPhilately) - Pameran Indonesia 2002, pameran filateli dunia pertama bagi Indonesia tahun 2002, telah dibatalkan 17 April lalu. Mengejutkan dan menimbulkan pro serta kontra di antara para filatelis Indonesia.

Lepas dari keputusan yang telah diambil oleh para petinggi PT Pos Indonesia maupun Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI), yang tentunya kita percaya paling bijaksana, perkenankanlah penulis mengutarakan sedikit buah pikiran mengenai keputusan pembatalan tersebut.

Satu keputusan yang tidak ringan dibuat itu, rasanya sama seperti kalah berperang, jauh hari sebelum perang dimulai.

Pengalaman masa lalu semasa aktif di PFI menyelenggarakan pameran, terus terang bisa dikatakan seringkali dimulai dari nol, tak ada uang, tapi nekad menyelenggarakan pameran. Akibatnya uang nombok dari kantong sendiri dari sana-sini. Namun hasil akhir, semua senang dan dianggap pameran berhasil walau penyelenggaraan mungkin membuat sang panitia nyaris tak bernafas.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Tujuan utama terangkai jelas, memasyarakatkan dan menghidupkan filateli sampai ke akar-akarnya. Tidak hanya bicara, tapi dengan aksi. Bukan model NATO (no action talk only). Dengan demikian semua pelaku penyelenggara dengan segala kemampuannya, mati-matian membela dan bekerja keras mencapai tujuan utama itu.

Kerjasama dan keakraban satu sama lain berdasarkan satu visi bersama, hobi mengumpulkan prangko, bukan sekedar jual beli prangko. Tidak ada pikiran menyisipkan visi dagang di dalamnya. Benar-benar pure filateli karena memang semua, walau tidak 100%, adalah para pencinta pelaku yang berada di luar batas garis usaha Perum Pos dan Giro (kini PT Pos Indonesia). Alias, pelakunya 99% adalah pribadi, anak muda, dan penggerak dunia usaha swasta, tidak di dalam perusahaan milik negara.

Kita lihat saat ini di Jepang. Terus terang Jepang sedang kesulitan uang saat ini. Tapi mereka sudah komit untuk menyelenggarakan pameran dunia filateli PhilaNippon 2001 yang akan dilakukan bulan Juli mendatang.

Semua kerja keras, gambatte, istilah Jepangnya. Sampai kini mereka aktif melakukan rapat persiapan sana-sini. Tak ada kata mundur tak ada kata tunggu dulu. Semua jalan di tengah keterbatasan mereka. Mengapa? Karena tujuannya jelas, untuk memasyarakatkan filateli yang ke luar dari hati nurani terdasar para pelakunya yaitu pencinta pengumpul prangko swasta.

Mungkin hanya satu persen yang terlibat di dunia perposan Jepang. Tapi sepanjang pengetahuan penulis, tak ada satu pun anggota panitia dari pihak Pos Jepang dan tidak ada pengaruh apa pun dari pihak Pos Jepang terhadap segala acara persiapan pameran prangko dunia Juli nanti.

Tidak bisa dong kita bandingkan dengan Indonesia yang sedang kacau politiknya dan ekonomi pun ikut terimbas kekacauan politik. Bahkan saat ini sekitar Rp12.000,- per dolar AS.

Membandingkan atau tidak, sebenarnya kita mesti melihat dari dasar utama penyelenggaraan pameran filateli serta tanggungjawab moral kita terhadap keputusan dan permintaan untuk menyelenggarakan pameran filateli dunia kepada pihak FIP (Federasi Filateli Internasional).

Satu hal lagi, tentunya pemikiran jangka panjang Indonesia bagi keharuman nama bangsa dan negara terutama lewat bidang filateli.

Coba kita lihat seandainya pameran tingkat dunia ini jadi dilaksanakan. Ratusan tenaga kerja akan ikut terseret aktif ke dalamnya. Benda filateli Indonesia dipastikan semakin popular, sedikitnya di dalam puluhan negara anggota FIP dan terlebih bagi mungkin sekitar 50 anggota dewan juri yang akan menilai dan menyaksikan semua koleksi dunia ikut terpamer di Jakarta. Generasi mudah Indonesia, akan bangkit kembali tersiram keharuman filateli yang menguak di tengah situasi ekonomi dan politik yang masih belum menentu. Hal ini akan menghindarkan mereka dari pikiran negatif menggerogoti dan menggoyang pemerintahan saat ini. Setidaknya hobi mengumpulkan prangko akan memberikan daya tarik tersendiri kembali bagi generasi muda yang mungkin saat ini cukup banyak waktu untuk menekuni satu hobi yang masih tertinggal jauh di Indonesia.

Bagaimana soal uang? Miliaran rupiah dibutuhkan untuk hal ini. Bagi penulis, benda inilah yang membuat racun bagi pembatalan Indonesia 2002. Ketakutan luar biasa tak ada uang, walau sudah hitung-hitungan. Membebani banyak petinggi Pos dan PFI yang notabena sebagai penyelenggara Indonesia 2002.

Sejak semula, saat masih aktif di PFI, penulis adalah salah satu penentang masuknya karyawan pos atau yang masih aktif di Pos, ke dalam kepengurusan PFI.

Seandainya PFI masih 100% di bawah kepengurusan para pribadi swasta, penulis yakin Indonesia 2002 akan tetap dipersiapkan dengan baik sampai waktunya nanti, masih satu tahun lagi.

Mengapa bisa demikian? Jelekkah Pos masuk ke dalam kepengurusan PFI? Untuk menjawab pertanyaan ini butuh pengupasan mendalam dan tulisan tersendiri lagi.

Melihat pengalaman aktif di PFI masa lalu serta dampak psikologis manusia, kebersamaan antara pribadi swasta dalam keterbatasan yang ada, justru membangkitkan semangat luar biasa supaya bisa survive. Suatu tantangan berat tapi selalu dihadapi dengan kebersamaan dan kerjasama yang baik. Hasil akhir, bisa berjalan dengan baik walau dalam kesederhanaan yang ada.

Bagi sesama pribadi swasta, sesama pengumpul prangko, penyelenggaraan suatu pameran prangko memiliki arti dan kekaguman tersendiri bagi sang penyelenggara. Uang pribadi pun ikut terbaur ke dalamnya. Mungkin tidak ada keuntungan material terbawa sampai akhir, tetapi kepuasan penyelenggaraan untuk melihat dampak positif pada akhirnya, membedakan pemikiran ini terhadap penyelenggara yang jelas-jelas terlibat perdagangan dalam dunia filateli Indonesia.

Dengan kata lain, suatu tantangan besar pasti bisa kita atasi apabila landasan berpijak sama yaitu memiliki kecintaan dan hobi murni mengumpulkan prangko, dan bukan prangko dijadikan alat untuk dieksploitasi membawa keberuntungan bagi pengoleksinya.

Tantangan besar ini pula bisa diatasi apabila muncul umpan dan kail bagi penyelenggara, dan bukannya ikan yang besar montok diberikan kepada sang penyelenggara.

Setelah ke luar dari Indonesia dan PFI bisa dikatakan 100% di bawah kendali PT Pos Indonesia, saya bisa katakana sebenarnya tak ada lagi PFI di Indonesia. Yang ada hanyalah anak usaha PT Pos Indonesia untuk mempromosikan filateli bagi kepentingan sang bapak alias PT Pos Indonesia.

PFI telah menjadi mandul. Uang dicekoki terus menerus oleh Pos dan telah meninabobokan PFI sehingga menjadi tak bisa berkutik lagi. Kreativitas terpangkas habis. Daya saing tak muncul lagi, semangat hidup praktis mati. Semua terseret arus PT Pos Indonesia karena memang badan usaha milik negara inilah yang selama ini menjadi tonggak sandaran PFI dan Direksi PT Pos Indonesia juga harus mempertanggungjawabkan anggarannya, sebagian diberikan ke PFI, kepada negara.

Lalu bagaimana mengatasi kemunduran dunia filateli saat ini? Jangan saling menyalahkan dan jangan berusaha melihat kambing hitam antara lain politik dan ekonomi Indonesia yang kacau. Lihatlah kepada diri sendiri.

Setelah keputusan pembatalan dikeluarkan, tentu Indonesia harus meminta maaf kepada semua pihak, terutama pihak FIP dan organisasi filateli dunia lainnya.

Biaya meminta maaf ini menurut penulis sebenarnya lebih besar daripada dana penyelenggaraan Indonesia 2002. Mengapa? Biaya minta maaf tidak hanya soal hitam atas putih. Tidak hanya soal surat resmi ke semua pihak terkait. Lebih dari itu semua.

Pihak Indonesia, harus bisa meyakinkan kembali kepercayaan mereka terhadap kemampuan Indonesia. Tidak ada kaitan lagi dengan perorangan, organisasi, dan tidak juga terhadap PFI atau PT Pos Indonesia.

Praktis nama Indonesia, nama negara, kreditnya telah jatuh di mata filatelis internasional. Mereka semua mungkin lebih tahu dari kita sendiri, bahwa Indonesia dalam keadaan susah politik, social dan ekonomi. Tapi menyerah kalah sebelum perang adalah satu hal yang tak dapat dimaafkan.

Apabila kita menyelenggarakan Indonesia 2002 dalam segala kesederhanaan yang ada, mereka akan melihat Indonesia memiliki keteguhan dalam pendirian dan kepercayaan terhadap Indonesia akan pulih luar biasa di bidang filateli.

Kini keputusan pembatalan telah ke luar. Untuk memulihkan keyakinan kembali pihak internasional kepada Indonesia, pengurus PFI harus hadir di semua forum filateli internasional. Berkali-kali meminta maaf kepada semua yang hadir di sana, atas kegagalan ini. Sekaligus juga meng-approach mereka agar kepercayaan terhadap Indonesia pulih kembali. Biaya ini semua tidaklah murah karena kepercayaan tidak bisa timbul dalam kurun waktu satu dua tahun saja.

Lihat saja contohnya kejatuhan nama Indonesia saat penerbitan prangko tahun 1960-an yang sampai saat ini, sudah 40 tahun, masih menjadi keprihatinan internasional dan kepercayaan internasional terhadap benda filateli Indonesia masih belum pulih 100% hingga kini.

Dengan demikian, kembali ke pertanyaan di atas, apabila kita melihat soal biaya, janganlah terpukau soal angka. Kemauan keras kita pasti bisa mengatasi semua itu. Apalagi kalau semua sudah satu kata sekapat dalam kebersamaan yang memiliki landasan pihak sama.

Lalu terhadap PFI, reformasi besar-besaran perlu dilakukan. Jangan lagi libatkan karyawan aktif Pos ke dalam kepengurusan PFI. Cobalah merangkul 100% warga swasta yang meang benar-benar mencintai prangko.

Apabila kita mau mencari bersama, orang itu pasti ada dan dengan pendekatan sesama pengumpul prangko, orang swasta itu pasti mau membantu PFI dan menggerakkan kembali ke arah yang lebih baik.

Ingatlah kembali, jangan mau terbuai oleh sodoran ikan yang montok. Lebih baik umpan dan pancing yang kita peroleh sehingga upaya menghidupkan filateli bisa lebih berarti dari kebersamaan yang murni.

Mungkin terlalu idealis, tetapi inilah yang mesti kita renungkan bersama. Jangan kalah sebelum berperang. (Richard Susilo)


HOME | Today's News | Shopping 

Copyright 1999-2001 © SuratkabarCom Online