| Melihat PhilaNippon01
[Kirim Pesan] TOKYO (LoveIndonesiaPhilately) - Melihat pameran bukan sekedar melongok sana-sini. Bukan pula menikmati wajah-wajah wanita cantik di suasana panas saat ini di Tokyo sehingga pakaian mereka pun cukup minim. Namun lebih menarik sebenarnya melihat antrian panjang, menanti sekitar dua jam sampai ke sasaran, kedai jual yang bersangkutan. Itulah seninya, ungkap beberapa filatelis Jepang.
Memang, pameran filateli dunia yang digelar sejak 1 hingga 7 Agustus kemarin, menarik cukup banyak pengunjung.
Setidaknya hanya di satu kedai saja, tempat pembuatan prangko Prisma (diakui Jepang baru pertama kali menggunakan
Prangko Prisma) dan
di dunia sebagai negara ketiga yang menggunakan Prangko Prisma, setelah Australia negara pertama dan negara kedua adalah Indonesia, cukup menyita perhatian, tidak kurang dari seribu pengunjung antri berjajar menunggu.
Prangko Prisma ini tampaknya menjadi bintang selama PhilaNippon01 kemarin. Berbagai media massa pun menonjolkan prangko Prisma ini sebagai judul berita mereka.
Beruntunglah bagian prangko Prisma ini di pojok belakang ruangan pameran yang luas. Bila tidak, dipastikan mengganggu kenyamanan melihat panel-panel pameran yang berjumlah sekitar 2500 panel dan memenuhi lokasi pameran internasional tersebut.
Pameran yang sudah dipromosikan sejak lima tahun lalu itu, tampak baik penyelenggaraannya, walaupun masih terlihat kekurangan di sana-sini. Misalnya yang paling nyata, kurangnya tenaga penerjemah Jepang-Inggris sehingga orang asing mungkin akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan.
Namun beruntunglah, yang bernama hobi, tampaknya bahasa Tarzan juga bisa ikut membantu komunikasi. Tinggal tunjuk sana sini minta cap, si Jepang pun mengerti. Akhirnya malah tersenyum dan tertawa.
Dari sanalah timbul keakraban satu sama lain. Dan begitulah memang jadinya dunia hobi mengumpulkan prangko menjadi sangat menarik.
Daya tarik hobi ini lebih lanjut diproyeksikan ke dalam bentuk penataan panel pameran dan sajian berbagai kegiatan, mulai anak-anak sampai dengan orang dewasa.
Anak-anak, termasuk bayi dengan tempat penitipan anaknya, menjadi bagian dari kesemarakan acara PhilaNippon.
Soekaton, Ketua PP PFI pun berkomentar, "Lihat itu, mereka membentuk watak dan karakter mereka dengan hobi mengumpul prangko sejak kecil," tekannya sambil menunjuk sekerumun anak-anak usia sekitar 5 tahun yang asyik bermain dengan kepingan prangko.
Lalu di bagian lain, kelas orang ternama dan profesional di dunia filateli dengan gelar RDP (Royal Distinguished Philately), menarik pula perhatian pengunjung dengan koleksi mereka yang luar biasa. Termasuk koleksi Tay Peng Hian, mantan Ketua FIAP (Federasi Filateli Inter Asia, yang kini dipegang Surajit Gongvatana dari Thailand) dengan prangko-prangko Ned.Indies dan sampul VOC-nya membuat bangsa Indonesia dan kolektor Asia Tenggara lainnya berdiri bulu kuduknya, lur biasa hebat memang.
Memasuki rapat Executive Committee Meeting dan Kongres FIAP, yang berakhir dengan terpilihnya Gongvatana dari Thailand, Sukaton sempat memberikan penjelasan sekali lagi mengenai pembatalan Indonesia 2002 dan tampaknya semua peserta mengerti keadaan Indonesia saat ini.
"Mereka sangat menyadari kelemahan kita saat ini dengan situasi politik yang tidak stabil sehingga
keputusan pembatalan bisa diterima," papar Soekaton, "Selain itu Tay Peng Hian juga mengusulkan agar pameran nasional Indonesia mendatang mungkin bisa ditingkatkan kelasnya menjadi pameran tingkat FIAP. Ide bagus. Kita akan pikirkan hal ini," tekan Soekaton lagi.
Pengurus FIAP utama yang terpilih kemarin, selain kepemimpinan dipegang oleh Thailand, dua ketua FIAP masing-masing
MG Pittie (India) dan William Kwan (HongKong). Sedangkan Sekretaris Jenderal dipegang oleh Malcolm Groom (Australia).
Melihat kedai-kedai (booth) yang ada, sekitar 200 booth dan umumnya pedagang, tak ketinggalan dari Indonesia Zay Stamps, ikut berpartisipasi di sana, satu kedai dengan PT Pos Indonesia. Prangko, sampul hari pertama (SHP), carik kenangan (souvenir sheet) dan benda filateli lainnya yang baru dari Indonesia ikut dijual di sana dengan harga dalam yen (mata uang Jepang). Tentu saja bukan harga nominal yang langsung di-Yen-kan.
Tiga orang pendukung kedai Indonesia, Abdussyukur, Zaenal Arifin, dan Anwar Rasyid, terus berjaga dari pagi (10.00) hingga sore (17.00) di sana, "Mas, di sini enak sih enak, tapi
semua harga mahal-mahal ya," keluh Abdussyukur, salah seorang penjaga kedai Indonesia tersebut.
Kemudian melirik kedai pos Jepang sendiri, di sini antrian panjang setiap hari bukan main hebatnya. Membeli benda filateli perlu antri dua jam di hari Sabtu minggu lalu.
Setelah itu, kita tempel pada sampul, lalu antri kembali untuk minta cap khusus.
Di sebelah kedai kantorpos, ada kedai perusahaan cetak prangko Jepang. Di Indonesia mungkin Peruri. Di sana, diperagakan proses cetak prangko Jepang. Juga masyarakat umum boleh membuat kartupos sendiri dengan karyanya sendiri. Di sini pun antrian panjang bukan main. Semua ingin mencoba merasakan membuat sendiri kartuposnya.
Di sudut lain kita bisa lihat susunan koleksi buku dan katalogus filateli yang dipertandingkan pula.
Lalu bagaimana dengan koleksi peserta dari Indonesia sendiri? Ada sepuluh peserta, terdiri dari lima peserta dewasa dan lima peserta remaja. Prestasi yang diraih cukup baik saat ini dengan medali emas diraih oleh Harry Hartawan dari kelas 3B (Sejarah Pos). Sedangkan dari kelas remaja, prestasi cukup mapan diraih oleh A. Guntur Prabowo (kelas 9b) dengan medali Large Vermeil plus Special Prize berupa kamera sumbangan Yoshio Watanabe (Jepang).
Sedangkan hasil lainnya, Arjan Lalwani (Tradisional Filateli) memperoleh Larve Vermeil,
Djarwadi Didiek (Sejarah Pos) memperoleh Large Vermeil,
Koes Karnadi (Aerofilateli) memperoleh Vermeil, dan
Ir. FX Kurnadi (Tematik Filateli) memperoleh Large Silver. Kelas remaja lain, Jayaputra Eliazarmarvin (9A) memperoleh Silve,
Renato Simanjuntak (9A) memperoleh Large Silver, Trikus Indriwati Harini (9C) memperoleh Bronze dan
Vicky Juli Ramdhani (9C) memperoleh Bronze.
Perhatian menarik yang lain bisa kita lihat pula pada sajian hardiah-hadian khusus (Special Prize) Philanippon01. Misalnya saja kita lihat lukisan, kipas, patung kuda, vas antik, mobil-mobilan, kamera foto Canon, dan sebagainya. Dari Perkumpulan Filatelis Indonesia juga ikut menyumbangkan hadiah tersebut berupa wayang. Sayangnya gambar dan hadiah terseut tak tercantum di dalam katalog pameran PhilaNippon.
Pameran yang tak dipungut biaya masuk itu, juga disemarakkan dengan koleksi raja Jepang yang tentu saja dijaga ketat di sekitarnya oleh para satpam Jepang yang berupaya berwajah seram.
Bisa dipastikan pada umumnya semua orang akan kembali dengan muka cerah dari Tokyo. Termasuk keluhan semua harga mahal dan udara panas saat ini, lebih panas dari Jakarta. Itulah kesan paling banyak terungkap dalam acara dunia filateli tahun ini di Jepang. Moga-moga Indonesia bisa belajar banyak dari penyelenggaraan pameran dunia ini yang sebenarnya berbekal dana sangat pas-pasan, kalau tak mau dikatakan kurang.
Richard Susilo
HOME | Today's News | Shopping Copyright 1999-2003
© SuratkabarCom Online
|